Senin, 16 April 2012

Pentingnya Pendidikan Berbasis Karakter

Oleh: Abd. Majid*

 Bagaimanakah pendidikan kita saat ini? Inilah pertanyaan yang sangat mendasar, terkait banyaknya peserta didik yang masih belum menunjukkan sebagai peserta didik yang benar-benar terdidik dan memiliki karakter mulia. Tidak bisa dipungkiri, setiap sekolah terus berinovasi menambah materi maupun menguranginya, dengan harapan mencetak siswa yang berprestasi, baik secara akademik maupun secara spiritual. Namun realitas saat ini, angka perkelahian antar siswa semakin merajalela, ditambah perbuatan buruk lainnya sehingga mampu mencoreng wajah pendidikan Indonesia.

Sangat ironis ketika melihat hasil survei yang dilakukan oleh Irwin Day, sebagai ketua umum badan pengurus nasional Asosiasi Internet Indonesia. Diakui bahwa 90% anak usia 8-16 tahun telah membuka situs porno di internet, rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya, bahkan banyak di antara mereka yang membuka situs porno disela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Media Indonesia 25/07/2008).

Tentunya masih banyak data lainnya, terkait fenomena janggal yang menggerogoti siswa yang berusia dini di Indonesia. Berdasarkan hasil survei di atas, mengindikasikan bahwa eksistensi peserta didik sangat mengkhawatirkan. Dari aspek psikologis saja, kebiasaan membuka adegan porno akan mengancam stabilitas kejiwaan siswa, dengan selalu memiliki keinginan kuat mempraktekan apa yang ditontonnya. Apalagi dari  perspektif agama, fenomena semacam ini sangat dilarang, karena akan menimbulkan keinginan kuat (syahwat) yang ujung-ujungnya memudahkan mengerjakan pekerjaan yang lebih fatal (zina).

Ketika kita mencermati hasil survei yang cukup mencengangkan di atas, bisa dijadikan cerminan bagaimana kiprah pendidikan nasional saat ini. Hal lain yang akan ditimbulkan dari dikadensi moral peserta didik adalah sangat berpotensi membuat negara kita hancur. Karena salah satu penyebab kehancuran bangsa menurut Thomas Lickona adalah meningginya perilaku merusak diri dan semakin kaburnya pedoman moral. Ungkapan Thomas Lickona ini sangat tepat, karena siswa merupakan penerus perjuangan bangsa, merekalah yang berhak memegang estafet kepemimpinan untuk selanjutnya. Jika generasi mudanya sudah terbiasa berperilaku merusak sejak dini, ditambah lagi pedoman moral yang tidak jelas, maka cenderung melakukan regenerasi yang gagal, dengan lahirnya penerus bangsa yang lemah dan tidak bisa mengarahkan bangsanya kejalan yang lebih baik.

Untuk mengantisipasi meningkatnya perilaku kurang mendidik ini, pendidikan sekolah memiliki peranan signifikan untuk mengantisipasi terus berlanjutnya hal tersebut. Edialnya memang, sekolah menjadikan kualitas akhlak atau karakter baik sebagai salah satu quality assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya. Banyak peneliti dan tokoh kelas dunia ikut menyuarakan pentingnya masalah pembentukan karakter. Theodore Roosevelt mantan presiden USA mengatakan “to educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society”. Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari dosa fatal yaitu “pendidikan tanpa karakter”. sangat tepat jika kita membumikan pendidikan berbasis karakter dalam pendidikan sekolah, bagaimana pendidikan tidak hanya fokus mengoptimalkan perkembangan intelektual siswa saja, melainkan juga ada upaya ekstra yang lebih spesifik untuk membentuk karakter baik.

Menurut Ratna Megawangi, ada tiga tahap dalam upaya pembentukan karakter melalui pendidikan, baik pendidikan formal dan non formal. Pertama, moral knowing: memahamkan dengan baik  pada anak tentang arti kebaikan, mengapa harus berperilaku baik? Untuk apa berperilaku baik? Dan apa manfaat berperilaku baik? Kedua, moral feeling: membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik, membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya. Ketiga, moral action: bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata moral action ini merupakan out come dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior.

Dengan tiga tahapan ini, dalam upaya melengkapi pendidikan sekolah agar bisa mereduksi perilaku yang kurang terpuji dari peserta didik. Dengan proses pembentukan karakter ini sangat jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, malah sebaliknya siswa akan terdidik mencintai berbuat baik karena faktor dari dorongan internal dari dalam dirinya sendiri untuk selalu berbuat kebaikan dan meninggalkan perilaku buruk. Wah, sungguh indahnya pendidikan kita jika sampai menyadarkan peserta didik untuk berperilaku karena kesadaran dirinya sendirinya, bukan dari doktrinasi atau yang lainnya. Wallahu’alam.



*Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA)

sumber: 
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,37326-lang,id-c,kolom-t,Pentingnya+Pendidikan+Berbasis+Karakter-.phpx

1 komentar: