Terbawa arus yang (sebenarnya) cemerlang
Tak dapat tuk menolak
Dengan hati, pikiran, ucapan, ataupun tindakan
Tetapi, mengapa begitu congkaknya
Tetapi, mengapa begitu manis luar parasnya saja
Tak kurasakan kelembutan hatinya
Jijik tuk dirasakan
Hanya bisa hanyut dan tenggelam dalam buaian manis dan pahitnya saat bersamanya
Kembali pada kecermelangan itu
Tersungkur di bawah terpaan dinding yang rubuh menghantam tubuh ini
Mencoba tuk mencari celah pengharapan yang tak kunjung ditemukan
Terpaksa memotong bagian yang masih tergeletak di bawah kerubuhan
Dengan kesakitan yang mendalam
Dengan semangat yang tak kunjung reda dan terus saja membara
Harus ku bawa berlari tubuh yang pincang ini
Untuk kecermelangan
Di luar itu semua
Membekas lebam yang tercipta karena kesetannya sesaat
Terdengar alunan gemuruh petir yang sangat lembut
Sesak nafas yang tak berujung
Kebisuan dan kobodohan
Semua masih dirasakan
Kini
Kepincangan yang kami bawa berlari berangsur pulih
Sudah tercipta lubang dalam yang tertanam indah (bagi kami) untuk bersanding
Lihatlah kami
Jangan butakan mata
Lihatlah kami
Jangan buka koreng lebar di tubuh kami
Sadar diri kami, akan koreng, nanah, ataupun patah yang sudah terpatri
Sadar diri kami, tentang apa yang kau rasa
Memang terkesan congkak untuk semua kesadaran yang kami rasakan
Di balik itu semua
Terpampang pengharapan kami
Jangan permanenkan semua kesakitan
Lihatlah kami
Sadar memang belum sepenuhnya cemerlang
Karena itu semua
Maaf dan terima kasih terlontarkan dari kami
Dulu hingga sekarang
(berdasarkan kenyataan saat jaman penjajahan)
ki wes tak komen (hhahaha ra penting)
BalasHapusya kamu kan emang gak penting bro . hahaha *damai*
BalasHapuseh , yang m ibrahim ulinnuha , follow aku juga dooong :D
mbuh ki carane pye aq g mudeng bro
BalasHapus